Pramuka Mau DIbawa Kemana?

Pramuka Mau DIbawa Kemana?

03 April 2024 21:32

JAKARTA – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim lagi-lagi membuat heboh gara-gara dianggap mencabut pramuka sebagai ekstrakurikuler (ekskul) yang wajib diikuti peserta didik, menjadi salah satu ekstrakurikuler saja.

Kegiatan pramuka di sekolah dan madrasah selama ini dianggap mempunyai kontribusi yang signifikan dalam pembentukan karakter peserta didik. Apalagi tanggal 16 Agustus ditetapkan sebagai Hari Pramuka yang selalu diperingati secara meriah, baik di tingkat sekolah, kabupaten/kota, propinsi hingga level nasional.

Namun lewat Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2024 tertanggal 25 Maret 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah, kegiatan pramuka tidak lagi wajib diikuti oleh setiap peserta didik, namun ditempatkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler yang dapat dipilih dan diikuti peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat peserta didik.

Dalam Permendikbudristek tersebut termuat jenis ekstrakurikuler seperti :

  1. Krida, misalnya: Kepramukaan, Latihan Kepemimpinan Siswa (LKS), Palang Merah Remaja (PMR), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), dan lainnya;
  2. Karya ilmiah, misalnya: Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian, dan lainnya;
  3. Latihan olah-bakat atau latihan olah-minat, misalnya: pengembangan bakat olahraga, seni dan budaya, pecinta alam, jurnalistik, teater, teknologi informasi dan komunikasi, rekayasa, dan lainnya;
  4. Keagamaan, misalnya: pesantren kilat, ceramah keagamaan, baca tulis Al-Quran, retret;
  5. Bentuk kegiatan lainnya.


Perlu Kajian

 Keputusan Nadiem tersebut ditanggapi secara beragam oleh pengurus Gerakan Pembaharuan Pendidikan Islam (GUPPI) mengingat pramuka selama ini berperan penting dalam pembentukan karakter siswa di Indonesia, termasuk di sekolah-sekolah dan madrasah dibawah binaan GUPPI.  

Imam Tolkhah, Ketua Umum DPP GUPPI mempertanyakan apakah kebijakan tersebut sudah dilakukan dengan pertimbangan matang.

“Apa sudah ada penelitan atau survey yang membandingkan para siswa di lembaga pendidikan yang aktif pramukanya dengan para siswa pada lembaga pendidikan yang tidak aktif dalam pramuka “?, kata Imam Tolkhah.

Menurut Imam, kalau memang ditemukan ada kelemahan dalam kegiatan pramuka, maka semestinya pemerintah duduk bareng dengan para pemangku kepentingan untuk meminta masukan agar pramuka lebih efektif ikut memajukan mutu Pendidikan di Indonesia.

“Apakah ada perbedaan karakter, kecerdasan, kompetensi atau tidak di kalangan para alumninya. Jangan-jangan kehebatan pramuka hanya mitos. Setelah jadi birokrat atau politisi ternyata sama saja karakternya”, tambah Imam.

Dalam pandangan Imam, kegiatan pramuka di sekolah selama ini mempunyai kontribusi yang signifikan dalam pembentukan karakter peserta didik. Karena itu ia mendesak agar pramuka dikembalikan sebagai ekskul yang wajib dilaksanakan di sekolah, baik di tingkat dasar maupun tingkat menengah atas.

“Posisi Pramuka sebaiknya dikembalikan lagi sebagai ekskul yang wajib dilaksanakan di sekolah, sebagaimana tertuang dalam Permendikbud No 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah,” ungkap Imam yang pernah menjadi anggota BSNP. 

Sementara itu Suryadi Naomi, dosen Universitas Muhamadiyah Jakarta (UMJ), menyayangkan sikap Kemendikbudristek yang melakukan pembenahan ekstrakurikuler namun dilakukan secara parsial.

“Mestinya ditata secara lebih komprehensif. Ekstrakurikuler adalah pemenuhan amanat pasal 12 butir b bahwa setiap peserta didik mendapatkan pelayanan sesuai dengan minat dan bakat serta kemampuannya.”, ujar Suryadi.

Dengan kebijakan baru ini, sistem bloking, maka tidak memungkinkan adanya pelayanan peserta didik sesuai dengan minat bakat dan kemampuannya, atau istilah sekarang disebut talenta.

“Padahal setiap tahun Kemdikbudristek mengadakan lomba prestasi bagi setiap peserta didik baik di bidang Sains riset inovasi, bidang seni budaya, bahasa, dan literasi; dan bidang olahraga”, tambah Suryadi yang waktu sekolah juga aktif di pramuka.

Ia berharap agar momentum ini bisa digunakan oleh Kemendikbudristek untuk untuk membedah visi dan misi dari kegiatan ekstrakurikuler di Indonesia.

“Selama ini Pusat Kurikulum tidak pernah membahas secara komprehensif apa tujuan dan kompetensi dari kegiatan ekstrakurikuler yang hanya diposisikan sekedar mengisi waktu luang di tengah padatnya tuntutan materi ajar dan pengembangan kompetensi”, ujar Suryadi.

Pandangan di atas sejalan dengan Hasan M Noer, yang juga salah seorang pengurus GUPPI. Menurutnya, jika Kemendikbudristek ingin mengembalikan pramuka sebagai kegiatan suka rela, maka sebaiknya upaya revisinya harus pada UU-nya dulu, karena rumusan Permendikbud merupakan perintah dari UU.

“Memang kalau melihat keputusan Nadiem tersebut, tampaknya kepramukaan menjadi pilihan, bukan ektra kurikuler wajib. Itu merujuk pada UU Pendidikan Nasional. Jadi sebaiknya UU-nya yang terlebih dulu direvisi jika mau mengembalikan kepramukaan menjadi ektra kurikuler wajib”, kata Hasan M Noer.

Menurutnya, pendidikan kepramukaan memiliki peran penting dalam pembentukan karakter siswa. Program ini memainkan peran kunci dalam pendidikan karakter yang mencakup aspek mental, fisik, dan sosial.

“Kegiatan pramuka memberikan peluang bagi siswa untuk mempelajari nilai-nilai moral, disiplin, kerjasama, tanggung jawab, dan kepemimpinan. Karena itu perlu diatur dengan sebaik mungkin”, tambah Hasan M Noer. (Sol).

Artikel Terkait

Komentar (0)

Komentar tidak ditemukan