Pendidikan Berhenti, Manusia Mati Sebelum Mati

Pendidikan Berhenti, Manusia Mati Sebelum Mati

02 Mei 2024 14:49

oleh: Haikal Fadhil Anam*

 

Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan pendidikan seseorang dapat mengubah dunia, ucap sang tokoh revolusioner, Nelson Mandela. Tidak salah jika sampai mengatakan bahwa pendidikan senjata paling mematikan dalam konotasi yang positif, karena memang begitu adanya, bahwa untuk mengubah apapun, melalui pendidikan lah salah satu jalan yang paling amat ampuh. Sebagai contoh, orang yang ingin diberikan kemudahan dalam hidupnya, maka tidak lain hanya bisa dicapai dengan pendidikan. 

Namun, apa arti dari pendidikan itu sendiri? Ada begitu banyak ragam tokoh dan pakar mendefinisikan pendidikan. Sebagai contoh salah satu tokoh pendidikan yang berpengaruh di dunia Paulo Freire memberikan makna bahwa pendidikan adalah proses pembebasan dimana individu belajar untuk membaca dunia dengan kritis, dan melalui itu, berpartisipasi secara aktif dalam mengubah realitas sosialnya. Tokoh lain Lawrence Stenhouse mengartikan bahwa pendidikan adalah proses pengembangan potensi individu secara keseluruhan, yang memerlukan refleksi kritis dan partisipasi aktif dalam pembelajaran.

Di Indonesia, salah satu tokoh pendidikan yang paling berpengaruh adalah Ki Hajar Dewantara. Ia menekankan bahwa tujuan dari sebuah pendidikan adalah untuk “menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi tingginya”. Pada ujungnya, kebahagiaan adalah yang menjadi orientasi dari sebuah pendidikan. Hal ini sangat rasional, siapa yang tidak ingin bahagia di dunia ini?

Selain itu salah satu tokoh Islam yang juga berpengaruh menjelaskan secara substantif tentang pendidikan. Syed Muhammad Naquib al-Attas menjelaskan bahwa pendidikan terkhusus Islam merupakan “pengenalan dan pengakuan, yang secara berangsur-angsur ditanamkan di dalam diri manusia, mengenai tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu ke dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan akan kedudukan Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadian”. 

Tidak ada satupun yang mengatakan bahwa pendidikan adalah sekolah. Namun demikian, wacana pendidikan dalam diskursus yang ada selama ini selalu kuat dan erat kaitannya dengan sekolah. Salah satu paling kongkritnya, Kementerian Pendidikan pasti mengurusi sekolah, dan ya memang itu bagian kerjanya, namun karena hal tersebut, hegemoni wacana pendidikan diidentikan dengan sekolah. Selain itu, orang yang mengatakan tempuh pendidikan lebih tinggi sangat identik dengan tempuh sekolah sampai S1, S2, dan S3. Sehingga, wacana pendidikan disempitkan hanya pada ruang-ruang kelas yang bahkan itu merupakan warisan penjajahan. 

Padahal, pendidikan lebih dari pada hanya sekedar sekolah atau berada di ruang-ruang kelas. Pendidikan adalah keharusan yang penting untuk setiap individu dimanapun, kapanpun, dan dengan siapapun. Sebagaimana Priere jelaskan  bahwa pendidikan adalah untuk membaca dunia secara kritis bukan berarti harus melalui ruang-ruang kelas. Di dalam lelaku kehidupan sehari-hari entah itu di rumah, di warung, di pasar, di masjid, di ladang, di sawah dan lain sebagainya juga menjadi tempat yang harus dianggap sebagai arena pendidikan.

Tradisi kongkow, kumpul-kumpul, dan lainnya harus menjadi kesadaran bahwa hal tersebut juga bagian daripada pendidikan. Dengan begitu, kesadaran dalam setiap lini dan berbagai arena adalah bagian dari pendidikan akan menumbuhkan sikap untuk terus mencari dan membenahi dari apa-apa yang belum diketahui, dimengerti, dan dipahami secara baik bisa kemudian direvisi dan diredefinisi atau dire-perspektif. 

Pendidikan di Era Internet dan Media Sosial

Beranjak dari kehidupan berbasis tradisional menuju digital memberikan perubahan-perubahan yang sangat signifikan termasuk pendidikan. Dunia digital yang dengan platform-platform media sosial seperti Facebook, Instagram, Tiktok, X, Youtube, dan lain sebagainya memberikan percepatan dan kemudahan informasi dan juga pengetahuan dari berbagai keilmuan. Dengan keterbukaan dan kecepatan yang sangat signifikan ini bahkan seseorang tidak lagi perlu mencari dengan susah payah atau berangkat jauh dari rumah. Semua hal terkhusus pengetahuan ada dalam genggaman teknologi gawai. 

Lebih-lebih, saat ini distribusi ilmu dan pengetahuan sangat terbuka lebar bahkan dapat mengakses ke berbagai keilmuan penjuru dunia. Tentunya satu aspek pendidikan yaitu ilmu pengetahuan menjadi sangat mudah diakses dan didapatkan dengan hadirnya era internet dan media sosial. Seseorang di belahan Indonesia dapat mengetahui keilmuan yang ada di ujung Prancis atau Atlantica tanpa harus pergi ke sana atau tanpa harus mencari buku ke perpustakaan yang terkadang tidak ada. 

Bahkan jika ada yang terkendala bahasa untuk mempelajari suatu ilmu yang bahasanya berbeda, saat ini sudah ada yang namanya Google Camera yang bisa dengan mudah menerjemahkan apa-apa yang kita foto dan berubah sesuai dengan bahasa yang diinginkan. Jadi, jika berbicara tentang ilmu pengetahuan di era sekarang, tidak ada alasan lagi untuk mengatakan tidak tahu kecuali dirinya malas. Itu juga (malas) yang menjadi tujuan dari sebuah pendidikan untuk bisa mengubahnya. 

Pendidikan yang tadinya sempit hanya diidentikan dengan sekolah, akan secara otomatis terdisrupsi dengan berbagai teknologi yang canggih. Ruang-ruang kelas bahkan kini tidak lagi dalam arti realitas jumpa (face-to-face) tetapi berganti ke ruang virtual online atau jarak jauh. Atau bahkan mungkin beberapa tahun ke depan, ruang-ruang kelas menjadi tidak ada tetapi diarahkan ke ruang-ruang nyata dalam lini kehidupan.

Dalam aspek kognitif, pendidikan menjadi sangat mudah sekali dibantu oleh teknologi, belum lagi ada proyek Chip yang dengan dimasukkannya Chip tersebut ke dalam otak, kita dapat mengetahui apapun yang ada di dunia ini karena bisa ditransfer data ke dalamnya. Pun ini juga sudah diimplementasikan pada robot, salah satunya Robot Sophia. Tentu dengan berbagai perubahan yang radikal ini pendidikan sudah seharusnya terus diarahkan kembali. 

Mati Sebelum Mati

Pendidikan yang berorientasi pada aspek kognitif dan melupakan aspek yang lainnya seperti karakter perlu didudukan lagi bersama. Di tengah ragam ilmu yang berseliweran, justru yang hilang dan tidak tercapai dari ada pendidikan adalah karakter. Apa bukti konkrit dari tidak tercapainya pendidikan karakter? Korupsi. Di Indonesia, masih sangat begitu banyak korupsi dilakukan oleh para pemangku atau pejabat publik. Dengan demikian, sudah seharusnya pendidikan lebih ditekankan kembali pada aspek karakter melalui habituasi dan latihan-latihan. 

Wacana pendidikan yang hanya menekankan pada aspek kognitif apalagi hanya diidentikan dengan sekolah sudah seharusnya tidak beredar lagi apalagi dilanggengkan. Belum lagi pendidikan yang hanya diorientasikan pada pekerjaan atau untuk mendapatkan pekerjaan. Karena bukan itu arti dari pendidikan atau tujuannya itu sendiri. Pekerjaan hanya salah satu bagian saja dari tujuan pendidikan untuk mendapatkan kebahagiaan. 

Hemat saya, pendidikan harus diseimbangkan antara aspek kognitif dan karakter, Pada aspek kognitif ditekan pada ilmu yang ditujukan untuk perbaikan demikian juga karakter, ditujukan pada pelatihan lelaku dan habituasi praktik-praktik nilai-nilai etika, moral, agama, dan kearifan lokal yang menjadi bahasa-bahasa universal dari sebuah kebaikan. 

Karena yang hilang dari kita sebenarnya bukanlah orang-orang pintar dan cerdas dengan berbagai kedalaman ilmunya tetapi kita kehilangan orang-orang yang mendalam ilmunya secara kognitif tetapi juga luhur akhlak-budinya kepada seluruh makhluk hidup dan mati  (human & non-human) juga Tuhannya. 

Jangan sampai pendidikan punah dalam artian pendidikan mati berhenti pada aspek tertentu saja tidak menyeluruh dan berkelindan. Sejatinya, pendidikan ditujukan untuk mengenali Diri, sedangkan yang disebut Diri pada hakekatnya adalah kesatuan utuh dari berbagai keterhubungan. Dengan itu, tidak akan mencapai untuk mengenali diri tanpa kita mengenali keseluruhan yang berhubungan dan saling terhubung yaitu manusia, alam, dan Tuhan. Ketika pendidikan berhenti, maka pada dasarnya kita telah mati bahkan sebelum mati. 

*PERGUPPI

Artikel Terkait

URGENSI BUKU PAI DI ERA DEEP LEARNING
URGENSI BUKU PAI DI ERA DEEP LEARNING

wacana

Sabtu, 07 Desember 2024 11:17

Sekitar Gagasan GUPPI Reborn
Sekitar Gagasan GUPPI Reborn

wacana

Sabtu, 04 Mei 2024 18:54

Pramuka Mau DIbawa Kemana?
Pramuka Mau DIbawa Kemana?

wacana

Rabu, 03 April 2024 21:32

Komentar (0)

Komentar tidak ditemukan