Aktualisasi GUPPI Reborn

Aktualisasi GUPPI Reborn

28 Mei 2024 20:53

Oleh: Husen Hasan Basri

 

 Buku berjudul Sejarah GUPPI dan Perannya yang diterbitkan Dewan Pimpinan Pusat GUPPI menyebutkan bahwa kelahiran organisasi GUPPI merupakan jawaban atas kondisi pendidikan Islam saat itu—sekitar tahun 1950 an—yang dirasakan masih jauh dari harapan. Kondisi tersebut diijtihadi oleh Ajengan Sanusi—masyarakat Sunda menyebutnya—dengan mengumpulkan para ulama dan kyai di Jawa Barat. Hasil dari musyawarah terbentuklah Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Islam yang disingkat GUPPI pada 3 Maret 1950 di Sukabumi (Saleh dan Darmawan, 1995).

Dalam Muktamarnya pada penghujung tahun 90-an, namanya dirubah menjadi “Gerakan Usaha Pembaruan Pendidikan Islam” dengan singkatan tetap GUPPI. Perubahan kata “Gabungan” dengan “Gerakan” dan kata “Perbaikan” dengan “Pembaruan” pada dasarnya tidak bersifat substantif dalam arti tidak merubah tujuan dan cita-cita dasar GUPPI untuk melakukan revitalisasi, perbaikan dan pembaruan pendidikan Islam (https://www.guppi.or.id/).

Misi GUPPI bergerak di bidang pendidikan. Organisasi ini tidak berafiliasi dari partai politik manapun. Meski secara individu, anggota atau pengurus GUPPI memiliki orientasi partai politik tertertu. GUPPI memilih sebagai organisasi yang bersifat independen. Pada masa awal, perbaikan pendidikan GUPPI terbatas untuk penyebaran ide atau gagasan tentang pentingnya pembaharuan pendidikan Islam dan aktivitasnya terbatas di lingkungan pesantren dan madrasah di Jawa Barat.   

Pergumulan Orientasi: Antara Pendidikan dan Politik

GUPPI dapat diletakkan posisinya dalam sejarah pembaruan pendidikan Islam di Indonesia. Dari namanya, GUPPI merupakan satu-satunya organisasi yang secara eksplisit bertujuan melakukan pembaruan pendidikan Islam. Namun, dilihat dari sisi tokoh pendirinya yang terdiri dari para pemimpin pesntren di daerah Jawa Barat, dapat diduga bahwa GUPPI merupakan salah satu bentuk representasi kekhawatiran kalangan tradisional terhadap pengaruh semakin kuatnya kaum modernis terutama dalam bidang pendidikan (Subhan, Studia Islamika, VoL 5, No. 3, 1998).

Menurut Subhan, organisasi kalangan tradsionalis ini tidak mengalami perkembangan berarti pada masa Orde lama, bahkan boleh dikatakan stagnan. Baru pada masa Orde Baru, organisasi ini mengalami perkembangan pesat terutama berkaitan dengan politik Orde Baru yang ingin menggalang dukungan dari kaum Muslim tradisional, Berkat intervensi Pemerintah, secara resmi GUPPI kemudian bergabung dengan Golkar, mesin politik utama pemerintah Orde Baru. Pada saat itulah GUPPI mulai dikenal di tingkat nasional. Namun, pada saat yang bersamaan terjadi tarik-menarik kepentingan antara pendidikan dan politik dalam diri pengurusnya (Subhan, Studia Islamika, VoL 5, No. 3, 1998). GUPPI pada era Orde Baru mengalami perkembangan lembaga secara aset dan wilayah, menunjukkan perkembangan yang signifikan disebabkan relasi politik GUPPI dengan Golkar (Nasution, dkk, 2024).

Pergumulan antara pendidikan dan politik dalam GUPPI menyebabkan organisasi ini kehilangan wataknya sebagai pembaharu pendidikan Islam. GUPPI bahkan lebih dikenal sebagai organ Golkar daripada organisasi pembaru pendidikan yang inisiatifnya muncul dari bawah. Hal inilah yang antara laian menyebabkan organisasi merosot pengaruhnya di kalangan masyarakat. Apalagi setelah Golkar memenangkan Pemilu 1971. Setelah Pemilu, peran GUPPI mulai dikurangi pemerintah. Para pengurusnya yang dianggap "keras" digusur dari Departemen Agama yang boleh dikatakan merupakan pusat gerakan—akses politiknya dikurangi dan sebagainya. Atas alasan itu, Subhan menyebut  GUPPI lebih tepat digolongkan sebagai organisasi yang lebih berorientasi politik daripada pendidikan (Subhan, Studia Islamika, VoL 5, No. 3, 1998).

GUPPI Reborn

Sampai Saat ini, GUPPI masih eksis dan memasuki usia 74 tahun. Usia yang bisa dikatakan ‘cukup berumur’.  GUPPI memiliki satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia, bahkan mencapai ribuan berdasarkan laporan awal tahun 2000 an. Namun hasil pendataan DPP GUPPI tahun 2022, baru tercatat 32 MA, 101 MTs, 178 MI, dan 94 satuan pendidikan keagamaan seperti Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) dan Pesantren. Bahkan terdapat jenjang pendidikan tinggi yang bernama Universitas Darul Ulum Islamic Centre Sudirman GUPPI (UNDARIS). Model lain juga Ummushabri Kendari yang berkomitmen menuju sekolah berkeunggulan (Murtadlo, 2024).

Tanggal 18-19 Mei 2024, GUPPI melaksanakan Muktamar X dengan mengambil tema ‘Pembaharuan Pendidikan Islam’ dan tagline ‘GUPPI Reborn’. Dalam muktamar terpilih Prof. Dr. Fasli Jalal sebagai ketua umum. Empat orang terpilih sebagai formatur, yaitu: Bahrul Hayat, P.hD, Amih Al Humami, P.hD, Syamsudin, dan Rusydi Zakaria.

GUPPI Reborn dapat diartikan GUPPI lahir baru dan GUPPI bangkit kembali atau GUPPI ditemukan. Dalam arti lainnya GUPPI telah mengalami kelahiran kembali. Apanya yang kelahiran kembali? Tentu GUPPI sebagai organisasi pembaharuan pendidikan Islam.

Kata ‘Islam’ melekat pada singkatan GUPPI. Untuk Reborn, bagaimana Islam dipandang untuk dikaitkan dengan pembaharuan pendidikan. Sebagai yang mengaku umat terbaik (khairu al-ummah), para penggerak GUPPI perlu memiliki keyakinan bahwa ada dasar dan prinsip reborn yang dapat dijadikan acuan atau dipilih. Dasar dan prinsip  itu berupa semangat pembaharuan Islam dari para pendiri GUPPI, meski mereka kelompok tradisional. 

Sebagai contoh, Ajengan Sanusi memandang ‘pendidikan’ merujuk pada teks dasar Islam, yaitu Al-Quran, tradisi yang muncul pada era kenabian sebagai bentuk aplikasi dari yang pertama, dan keseluruhan produk dari interaksi tripartit antara umat Islam, teks-teks keagamaan dan situasi mereka sepanjang sejarah. Ajengan Sanusi berkecendrungan dalam menyikapi kondisi zaman dengan watak imitatif (ittiba’) sekaligus kreatif (ibda’)—meminjam istilah Ali Ahmad Said (Adonis). Ajengan Sanusi cukup berhasil membangun format ideal relasi agama dan politik (Basri & Burhanuddin, 2003).

GUPPI Reborn diawali dari upaya pengurus GUPPI priode sebelumnya yang mengimajinasi ‘masa depan GUPPI’ yang lebih baik. Dalam beberapa diskusi dihasilkan benih-benih GUPPI Reborn, misalnya pendirian Dewan Pakar dan diskusi berkala lewat zoom tentang topik aktual. Selanjutnya GUPPI Reborn mengembang dalam penyusunan kepanitian Muktamar X (SC & OC), wa bilkhusus SC yang tidak mengenal waktu mendiskusikan format ‘GUPPI masa depan’ sehingga menghasilkan ‘ijtihad yang benar’.

Menguatnya GUPPI Reborn ditandai dengan hasil-hasil Muktamar GUPPI X berupa AD & ART yang baru dan Garus Besar Haluan (GBH) GUPPI.  Hasil Muktamar X menetapkan GBH GUPPI yang meliputi:  1) mitra strategis usaha pembaharuan pendidikan Islam; 2) usaha penguatan layanan satuan pendidikan; 3) usaha penguatan profesi pendidik dan tenaga kependidikan; 4) usaha penguatan perempuan, perlindungan anak/remaja, dan pemberdaryaan lembaga keluarga; dan 5) usaha penguatan komunitas atau ekosistem pendidikan formal, non formal dan informal (Bahan-Bahan Muktamar X GUPPI 2024).

Akhirnya, GUPPI Reborn dinyatakan sebagaimana diungkap ketua umum terpilih, Fasli Jalal, bahwa GUPPI ke depan harus membangun “Relasi Strategis” dengan lembaga dan organisasi kemasyarakatan lainnya untuk gerakan pembaruan Pendidikan Islam. Melalui strategi kemitraan ini GUPPI akan dapat kembali mengambil peran dalam meningkatkan mutu pendidikan, khususnya swasta, baik itu di sekolah, madrasah dan pondok pesantren agar dapat bermain di tingkat nasional dan global. Singkatnya menurut Fasli Jalal perlu melanjutkan spirit GUPPI dengan cara-cara yang lebih segar dan lebih aktual.

Bisakah GUPPI Reborn ini menghadapi tantangan GUPPI dalam Pembaharuan Pendidikan Islam. Semoga GUPPI Reborn yang dicita-citakan dapat terwujud. Tentunya tergantung para penggeraknya.

 

 

Artikel Terkait

Komentar (0)

Komentar tidak ditemukan