Anak Indonesia Harus Punya Empati Dan Bisa Bekerjasama

Anak Indonesia Harus Punya Empati Dan Bisa Bekerjasama

06 Januari 2025 09:54

Jakarta (GUPPI) - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi melaunching 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, sebuah inisiatif baru yang digadang-gadang dapat mempersiapkan generasi yang unggul, inovatif, dan berkarakter kuat menuju Indonesia Emas 2045.

Program 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat itu dirancang sebagai langkah strategis untuk membentuk individu yang tidak hanya cerdas secara akademis, namun juga memiliki karakter kuat yang menjadi pondasi kesuksesan bangsa di masa mendatang.

Menurut Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti bahwa 7 kebiasaan tersebut adalah upaya untuk membangun mental dan karakter bangsa yang mulia. Karena itu 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat yang meliputi bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan istirahat cepat, itu sudah ada dalam kehidupan mereka sehari-hari.

“Ketika anak terbiasa taat beribadah, maka akan memperkuat iman dan moralnya, membantu mereka membuat keputusan yang bijak, dan menjauhkan mereka dari godaan negatif’, ujar Mendikdasmen.

Menurut Abdul Mu'ti, nilai-nlai agama dan tradisi budaya Indonesia mempunyai peran yang signifikan dalam membangun kebiasaan-kebiasaan baik tersebut kepada anak-anak.

"Kebiasaan seperti bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur tepat waktu merupakan fondasi untuk membangun generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga sehat secara fisik, spiritual, dan sosial," katanya.

Lain halnya dengan kebiasaan gemar belajar, ia mengatakan kebiasaan tersebut dapat membantu mereka untuk mengisi waktu dengan kegiatan positif serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis yang dapat menghindarkan pengaruh buruk di dunia maya.

“Melalui tujuh kebiasaan itu, karakter anak Indonesia dapat dibangun. Sebagaimana perubahan besar bisa dilakukan dengan kebiasaan-kebiasaan sederhana, maka perubahan besar suatu bangsa pun bisa dimulai dari perubahan individunya,” imbuhnya.

Banyak pihak yang mendukung dan mengapresiasi Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia gagasan Mendikdasmen Abdul Mu’ti ini dan berharap program ini benar-benar membawa perubahan dalam pendidikan nasional.

Namun tidak sedikit public yang mempertanyakan gagasan ini apakah program ini benar-benar untuk menjadikan anak Indonesia hebat atau hanya sekadar jargon Menteri baru untuk menggantikan program Mendikbudrsitek  sebelumnya yaitu Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).

Menurut Prof. dr. Samsuridjal Djauzi, anggota Dewan Pakar DPP GUPPI yang juga ahli Kesehatan, bahwa untuk pengembangan diri fisik dan psikis gagasan besar Mendikdasmen tersebut sudah dirasa mencukupi.

“Saya mendukung gagasan Menteri Mu’ti tersebut agar anak-anak Indonesia mempunyai kebiasaan baik, dan 7 Kebisaan Anak Indonesia itu sudah memadai untuk pengembangan diri fisik dan psikis”, kata Samsuridjal Djauzi.

Namun dalam pandangannya, Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia tersebut belum mencakupi untuk melatih anak agar dapat hidup bermasyarakat atau bersosialisasi dengan baik.

“Anak-anak perlu diajari dan dilatih agar bisa hidup di lingkungan sosial yang sangat kompleks ini seperti bagaimana menghormati orang lain, kebiasaan tolong menolong, mempunya empati dan dapat bekerja dalam tim”, tambah Samsuridjal yang pernah menjadi Direktur Umum RS Kanker Dharmais Jakarta tahun 2001 - 2005.

Untuk itu dia minta kepada Kemendikdasmen agar menjadikan gagasan 7 kebiasaan anak Indonesia ini sebagai sebuah Gerakan Pola Hidup Anak yang sehat dan bermartabat.

“Karena namanya gerakan, maka jangan membayangkan bahwa 7 kebiasaan ini akan terwujud dalam waktu cepat. Karena itu Kemendikdasmen harus menjadikan ini sebagai sebuah pembiasaan sehingga anak-anak Indonesia menjadi hal yang biasa untuk melakukan 7 kebiasaan baik tesebut”, kata Samsuridjal yang juga salah seorang pendiri Yayasan Pelita Ilmu, suatu yayasan yang bertujuan memberikan penyuluhan dan dukungan bagi orang-orang dengan penyakit HIV/AIDS (ODHA). 

(guz)

Artikel Terkait

Komentar (0)

Komentar tidak ditemukan